Pengetahuan Manajemen Ternak Kambing PE-Part I

Pengetahuan Manajemen Ternak Kambing

Pengetahuan manajemen ternak Kambing bisa dilihat berdasarkan tingkat pendidikan yg diperoleh. Hanya sebagian kecil, yaitu 6,06 % peternak pernah memperoleh penyuluhan mengenai menejemen ternak kambing. Sebagian besar hampir 89,90 % peternak mendapatkan pengetahuan ini dari cerita dan tradisi turun temurun. 3,04 % peternak mendapatkan dari sumber lain yaitu buku.

Aspek Reproduksi

Dalam pengembangan ternak kita mengenal dengan cara perkawinan alam dan Inseminasi Buatan (IB). Berdasarkan kuesioner ,masyarakat Kaligesing tidak menggunakan IB dengan alasan antara lain :

  • Anakan kurang baik kualitasnya
  • Kesehatan anakan buruk
  • Tingkat pertumbuhan lambat
  • Tingkat kebuntingan rendah

Hal ini sesuai dengan kelemahan penerapan IB di kecamatan Kaligesing antara lain :

  •  Inbreeding;
  • Memiliki potensi yang besar dalam tidak akurasinya perkawinan;
  • Sulitnya deteksi estrus dikarenakan sistem komunikasi yang kurang dan keadaan geografis yang berbukit sehingga menyulitkan pelaporan pada inseminator.  Maka, berdasarkan kuesioner 100 % peternak menggunakan cara perkawinan alam.

Alasan menggunakan Perkawinan Alami

Pada masyarakat Kaligesing sudah sangat biasa dan umun 1 orang memelihara kambing PE baik jantan maupun betina, sehingga perkawinan alami mereka anggap menjadi suatu pilihan yang paling tepat dan praktis tanpa ribet. Berdasarkan kuesioner hampir 89,90 % peternak memilih perkawinan alami karena lebih praktis dan lebih murah serta munculnya kebuntingan lebih banyak, karena tiap rumah memiliki pejantan sebagai pemacek dan tentu saja lebih murah.

pengetahuan manajemen ternak kambing

Selain itu, diantara kelompok peternak jarang sekali  memungut biaya dan ongkos untuk sekali perkawinan hanya beberapa saja yang memungut biaya sekitar Rp 20.000 – Rp 50.000, bergantung kualitas pejantan. Perkawinan alami pada kambing PE di Kecamatan Kaligesing sangat memperhatikan kualitas pejantan. Peternak memiliki kriteria tersendiri bagi pejantan yang digunakan sebagai pemacek. Hal ini berdasarkan keinginan peternak agar anakan yang nantinya diperoleh kualitasnya masih tetap baik bahkan lebih baik dari induknya.

Kriteria Pejantan Kambing PE

Dari data kuesioner 86,87 % menggunakan pejantan milik sendiri dan sisanya 13,13 % menggunakan pejantan milik orang lain. Masyarakat Kaligesing sangat memperhatikan pejantan yang digunakan sebagai pemacek.

Peternak menginginkan kriteria pejantan yang ideal, dari kuesioner 66.67 % menginginkan berat pejantan 75 – 85 kg, sedangkan 23.23 % menginginkan berat 85 – 95 kg dan sisanya 10.10 % menginginkan berat pejantan 65 – 75 kg. Di atas 100 kg pejantan sangat berat sehingga membuat kambing jantan malas dan sulit kawin (Sarwono, 2007). Berat badan tidak hanya penting bagi kambing pejantan untuk peningkatan kualitas aspek reproduksinya, kambing betina juga sangat penting untuk diperhatikan berat badan pada saat sebelum,sedang dan setelah melahirkan. Hal ini sesuai menurut Yusran et al (1997) bahwa makin rendah bobot badan (BB) dapat skor kondisi induk (SKI) ternak makin rendah pula persentase kebuntingan (dari 85 menjadi 20%). Dari data tersebut tampak bahwa pakan tambahan pada induk mempengaruhi kinerja reproduksi induk.

Dari ukuran telinga pun menjadi ukuran sendiri. 75.75 % peternak menginginkan jantan dengan panjang telinga 21 – 24 cm, 15.15 % menginginkan panjang telinga 18 – 21 cm, dan 9.09 % menginginkan panjang 15 – 18 cm. Daun telinga ibarat perhiasan bagi kambing PE, sehingga sangat diperhatikan oleh peternak. Hal ini berkaitan dengan harga jual kambing yang akan dipasarkan baik di pasar lokal maupun ekspor.

Aspek anatomis organ reproduksi berdasarkan lingkar testis menjadi sorotan peternak. Peternak menginginkan lingkar testis 21 – 24 cm sekitar 78.78 % peternak, 18.18 % menginginkan lingkar testis 18 – 21 cm, dan 3.03 % menginginkan lingkar testis 15 – 18 cm. Peternak berasumsi dengan makin besarnya lingkar testis maka jumlah sperma yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga kemunculan angka kebuntingan makin tinggi. Menurut Senger (1997) pada kambing dan domba jantan menghasilkan cairan semen sebanyak 1 – 2 ml.

Setiap cairan semen yang dikeluarkan terdapat sperma sebanyak 4,4 x 109 spermatozoa.  Dapat disimpulkan analogi peternak sangat sesuai dengan adanya luas penampang testis yang makin luas diharapkan dapat dihasilkan volume dan jumlah sperma yang memadai. Umur produktif kambing PE jantan mencapai umur 8 tahun (Sarwono, 2007). Kambing PE jantan siap dikawinkan pada usia 6 – 8 bulan, saat itu kambing jantan telah mampu mengawini kambing betina, namun untuk kambing PE baru menjadi pejantan yang baik jika usianya telah mencapai antara 10 – 18 bulan (Sarwono, 2007).

Satu ekor pejantan PE siap kawin dapat mengawini 20-25 ekor kambing betina dan dalam sehari dapat melakukan perkawinan 4-5 kali sebanyak 2-3 hari/minggu.Ada pun peternak memiliki kegemaran tersendiri dalam memilih pejantan untuk dijadikan pemacek. Umur 2 – 3 tahun memiliki peringkat tertinggi yaitu 57.57 %. Umur 1 – 2 tahun sekitar 9.09 % yang memilih, dan 24.24 % peternak memilih 3 – 4 tahun, 6.06 % memilih 4 – 5 tahun, dan 3.03 % memilih di atas 5 tahun. Pada umur lebih dari 2 tahun fungsi anatomi dan fisiologi reproduksi kambing jantan mencapai tahap sempurna, hal ini yang mendasari penangguhan perkawinan sampai umur 18 bulan.

Terima kasih telah membaca artikel Pengetahuan Manajemen Ternak Kambing PE.

About admin

Check Also

Rumput Ruzi Untuk Pakan Ternak

Rumput Razi Untuk Pakan Ternak

Rumput Razi Untuk Pakan Ternak  SEKILAS RUMPUT RUZI Asal Usul dan Distribusi Geografis Rumput Brachiaria …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *